Bayi

Popok Sekali Pakai bagi Si Kecil: Manfaat dan Masalah-masalahnya

Tara, si kecil yang baru genap satu tahun sejak waktu makan siang rewel terus. Bundanya bingung. Apakah mungkin ia salah makan dan sakit perut, pikirnya. Tapi rasanya ia sudah melaksanakan prosedur pemberian makan dan minumnya dengan baik. Cara bernapas anak itu juga tidak kelihatan bermasalah. Kemudian ia memeriksa sekujur tubuh buah hatinya. Tidak ada yang lebam atau memar.

Tadi sang bunda sempat hampir menuduh kakak si kecil telah membuat adiknya menangis. Maklumlah si kakak sedang keranjingan main game sehingga agak sulit ketika diminta mengasuh adiknya barang sebentar. Ah, paling nanti rewelnya berhenti kalau sudah bosan, pikir sang bunda. Dasar anak manja, katanya dalam hati.

Menjelang petang, ketika tiba saat Tara dimandikan untuk dibawa ke dokter karena rewelnya tidak kunjung reda, sewaktu celananya dibuka, dan setelah itu popok sekali pakainya juga, barulah sang bunda sadar bahwa si kecil selama sehari ini telah tersiksa oleh ruam-ruam yang berkembang menjadi lecet pada selangkangannya.

Ruam kemerahan sudah agak menyebar. Ada bintil-bintil seperti jerawat atau borok kecil. Oh, ini sebabnya, kata sang bunda. Ia setidaknya menjadi lega karena masalah yang dialami oleh si kecil rupanya hanya itu. Namun sekali lagi pikirannya terusik. Kenapa lecet? Bukankah popok sekali pakai yang ia berikan bukan popok abal-abal. Harganya pun tidak murah. Apa yang salah? Akan tetapi rencananya semula untuk pergi ke dokter tidak ia batalkan.

Karena lecetnya sudah terbilang parah, ia tidak mempunyai obat yang tepat untuk dioleskan ke ruam-ruam itu. Di klinik, sesudah memeriksa daerah selangkangan Tara, dokter menuliskan resep untuk ditebus oleh sang bunda. Sebelum memberikan resep itu, dokter sempat memberikan saran-saran tentang higiene seputar pemakaian popok, terlebih popok sekali pakai yang sudah populer di kalangan ibu-ibu muda.

Dalam perjalanan pulang, sang bunda merasa bersyukur karena sebagian masalah sudah terpecahkan. Dan beruntung tadi dokter tidak menyelidik terlalu dalam, karena sudah pasti sang bunda akan malu menjawabnya. Setidaknya kini sang bunda menjadi sadar bahwa penyebab buah hatinya tersiksa adalah ia sendiri. Ibu muda yang sok tahu dan sok modern. Popok sekali pakai bukan barang murah. Maka supaya dompetnya tidak lekas terkuras, ia sengaja menghemat pemakaian popok itu.

Popok yang dipakaikan pada pagi hari baru diganti pada saat sang buah hati mandi sore. Bahan penyerap cairan pada produk itu bagus sekali, pikirnya. Jadi meskipun Tara buang air kecil beberapa kali, popok itu terasa masih kering. Harga yang mahal juga menyebabkan beberapa bulan lalu ia membeli dalam jumlah banyak sekaligus ketika sebuah toko swalayan menjual produk bermerek favoritnya dengan harga sangat murah. Padahal, usia Tara bertambah sejalan dengan waktu, begitu pula ukuran tubuh dan pola aktivitasnya. Saat ini Tara masih mengenakan popok sisa yang dulu ia beli meskipun sudah agak kekecilan.

Tidak terpikir olehnya bahwa popok kekecilan itu juga menghalangi gerak sang buah hati yang sedang belajar berjalan. Pantas selangkangannya lecet. Betul, sewaktu sang bunda masih kecil, tidak jarang ia jatuh terpeleset karena kakinya tergelincir akibat ompolnya sendiri yang mengucur sampai ke lantai. Tara tidak mengalami hal itu berkat popok sekali pakai yang berdaya serap tinggi. Akan tetapi popok tradisional biasanya terbuat dari bahan katun yang sangat menyerap keringat sehingga lebih sehat dipakai di udara Indonesia yang lembab.

Popok sekali pakai modern, awalnya dirancang agar sang buah hati tidak merepotkan ketika ia dibawa berjalan-jalan pada akhir pekan atau ke arisan. Namun penggunaan popok modern karena alasan malas, misalnya karena hujan turun terus sepanjang hari sehingga popok tradisional akan memenuhi jemuran, tidak dapat dibenarkan. Popok modern yang dipakai terlalu lama, lebih dari tiga jam, dapat menjadi media yang nyaman bagi jamur.

Dokter menulis resep salep antijamur untuk karena alasan tersebut. Ruam popok bisa pula terjadi akibat ketidakcocokan kulit si kecil dengan bahan dasar popok yang digunakan: kulitnya mungkin alergi terhadap zat-zat dalam urin dan feses yang ditampung berlama-lama oleh popok modern. Urin mengandung amoniak yang sangat merangsang kulit. Begitu pula sewaktu si kecil diare, fesesnya menjadi lebih asam dan berpotensi membakar kulit.

Setiba di rumah, sang bunda membuat beberapa perubahan dalam pengurusan Tara. Pertama, ia akan mengobral stok popok yang sudah kekecilan untuk Tara kepada ibu-ibu arisan, atau kalau tidak laku ya disumbangkan ke panti asuhan. Kedua, ia memutuskan mengganti popok Tara lebih sering dan membasuh serta mengeringkan dengan baik setiap kali melakukan penggantian. Ia juga akan memakaikan popok tradisional dari katun kalau tidak sedang terlalu sibuk dan dapat mengawasi sang buah hati dengan baik. Ia juga menyediakan Konicare Natural Baby Diaper Rash Cream di kotak obatnya. Krim ini akan ia oleskan begitu ruam mulai muncul di selangkangan buah hatinya. ***

Copyright 2009 - 2022 Konimex. All right reserved
Copyright 2009 - 2022 Konimex.
All right reserved