
Pernah nggak sih, Bun, melihat anak yang selalu bilang “nggak apa-apa” saat mainannya direbut temannya, atau selalu nurut walau sebenarnya wajahnya terlihat tidak yakin dan ragu-ragu? Sekilas terlihat seperti anak yang baik. Tapi kita harus hati-hati, karena bisa jadi di balik sikap manis itu, anak sebenarnya sedang belajar untuk menekan perasaannya karena takut mengecewakan orang lain, termasuk Bunda dan Ayah.
Anak yang terlalu sering mengalah bukan berarti sudah pandai mengontrol emosi. Kadang, itu adalah tanda bahwa ia merasa tidak aman untuk menyuarakan pendapatnya. Hal ini juga bisa menjadi sebuah ciri khas anak dengan keterikatan cemas (anxious attachment) pada orang tua atau pengasuh utama (Cassidy & Berlin, 1994). Ia lebih memilih diam karena takut dimarahi, takut membuat orang lain kecewa, atau takut dianggap “nakal.” Dan bahayanya jika ini terus berlanjut, bisa berdampak pada harga dirinya di kemudian hari.
Mengapa Anak Takut Mengecewakan?
Seringkali, anak merasa harus selalu menyenangkan orang dewasa dan teman-temannya agar tidak kecewa atau marah. Rasa takut ini bisa berkembang dari pengalaman mereka yang sering diberi tekanan untuk selalu patuh atau merasa tidak aman jika berbeda pendapat. Akibatnya, mereka memilih mengalah demi menjaga kedamaian dan menghindari konflik, meski sebenarnya mereka menyimpan perasaan ragu atau tidak nyaman. Jika anak terus-terusan menekan perasaannya, lama-kelamaan mereka bisa kehilangan rasa percaya diri untuk menyatakan pendapat aslinya.
Memberikan Ruang untuk Ekspresi dan Keberanian Berbeda Pendapat
Sebagai orang tua, kita perlu mendorong anak untuk berani menyatakan pendapat dan perasaan mereka tanpa takut mengecewakan orang lain. Mulailah dengan menciptakan suasana yang aman dan nyaman, di mana mereka tahu bahwa perbedaannya dihargai dan tidak selalu harus mengikuti keinginan orang tua atau teman. Berikan pujian saat mereka berani jujur dan mengekspresikan pendapatnya, meskipun berbeda. Dengan demikian, mereka belajar bahwa menyampaikan perasaan dan pendapat mereka adalah bagian dari menjadi pribadi yang sehat dan percaya diri, bukan hal yang perlu ditakuti atau disembunyikan.
Bangun Kepercayaan Lewat Hal-Hal Kecil
Anak belajar dari respon kita setiap hari. Saat mereka berani bilang “nggak mau,” “aku nggak suka,” atau “aku sedih,” penting bagi kita untuk tidak langsung menyuruhnya diam atau menyalahkan. Tanggapi dengan empati. Dengarkan dulu, validasi perasaannya, dan ajak bicara dengan lembut. Dengan begitu, anak merasa aman untuk jujur dan bukan hanya berusaha jadi ‘anak baik’.
Sentuhan Lembut yang Menenangkan
Dalam proses tumbuh dan belajar menyuarakan diri, anak tetap membutuhkan kenyamanan dari rutinitas yang menenangkan. Salah satunya melalui sentuhan lembut penuh kasih. Usai mandi atau sebelum tidur, Bunda bisa memijat Si Kecil dengan Konicare Minyak Telon Plus 3in1.
Perpaduan hangat Minyak Telon dan kelembutan Jojoba Oil tidak hanya memberikan rasa nyaman di perut dan tubuh, tapi juga membantu mengusir nyamuk & serangga hingga 8 jam serta memberikan kelembutan pada kulit, memberikan ketenangan suasana hati anak. Wangi lembut essential oilnya membuat anak merasa rileks dan disayangi terutama setelah hari yang penuh eksplorasi dan emosi.
Konicare percaya bahwa anak yang merasa aman secara fisik dan emosional akan lebih mudah belajar mengenali dan menyuarakan dirinya. Karena menjadi orang tua bukan hanya tentang menjaga anak dari bahaya, tapi juga membimbing mereka agar berani menjadi diri sendiri tanpa takut mengecewakan siapa pun.
Dan Bunda nggak sendirian dalam perjalanan ini. Kalau Bunda ingin belajar lebih banyak atau berbagi cerita, yuk follow @bundakonicare di Instagram dan TikTok. Kita tumbuh bersama, satu pelukan hangat dalam satu waktu.
___
Referensi:
Cassidy, J., & Berlin, L. J. (1994). The Insecure/Resistant Pattern of Attachment: Theory and Research. Child Development, 65(4), 971–991.