Toxic Positivity Bisa Jadi Penyebab Pasangan Menutup Diri

Bunda dan Ayah, pernahkah kalian merasa harus selalu terlihat bahagia di depan pasangan, walaupun hati sebenarnya sedang lelah atau sedih? Atau ketika pasangan mengeluh, kita buru-buru membalas dengan, “Udah, jangan dipikirin. Harusnya bersyukur aja.” Kalau iya, hati-hati, karena bisa jadi kita sedang terjebak dalam toxic positivity.

Menurut Psychology Today, toxic positivity adalah tindakan menghindari, menekan, atau menolak emosi dan pengalaman negatif, baik dengan cara menyangkal perasaan sendiri maupun orang lain, lalu memaksakan pikiran positif sebagai gantinya. Dalam konteks pernikahan, sikap ini dapat membuat pasangan merasa tidak didengar dan tidak dipahami. Seiring waktu, hal ini bisa membentuk jarak emosional yang mengikis keintiman dalam hubungan.

Emosi Negatif Bukan Musuh Pernikahan

Pernikahan yang sehat bukan berarti bebas dari marah, kecewa, atau sedih. Justru, kemampuan pasangan untuk menerima dan mendampingi satu sama lain saat emosi itu muncul adalah tanda adanya kelekatan emosional yang kuat. Memaksakan pasangan untuk selalu positif justru bisa membuatnya merasa sendirian menghadapi masalah, seolah-olah kesedihannya tidak penting untuk dibicarakan.

Toxic positivity sering kali bukan karena niat buruk. Banyak dari kita hanya merasa tidak nyaman melihat orang yang kita cintai bersedih sehingga mencoba “menutup” emosinya dengan kata-kata semangat yang kurang tepat waktu. Namun, respons seperti ini bisa membuat pasangan belajar menyembunyikan rasa sedih, lelah atau kecewanya agar tidak “merepotkan” kita.


Lebih Penting Didengar Daripada Dinasihati

Saat pasangan berbicara, cobalah memvalidasi perasaannya sebelum memberi nasihat. Emotional validation, atau pengakuan dan penerimaan atas pengalaman emosional tanpa menghakimi, membuat pasangan merasa didengarkan dan dipahami. Persepsi invalidasi emosional oleh pasangan terbukti berkaitan dengan meningkatnya tekanan psikologis dan menurunnya kepuasan hubungan, khususnya pada perempuan (Brandão et al., 2024). Dengan mendengarkan dan memberi ruang aman untuk mengekspresikan perasaan, kita menegaskan bahwa pasangan tidak sendirian dan memperkuat koneksi batin bersama.


Kehangatan yang Menenangkan Hubungan

Sama seperti tubuh yang kadang lelah dan butuh dihangatkan, hubungan pun memerlukan “kehangatan” untuk kembali nyaman. Kehangatan ini bisa hadir lewat hal-hal kecil seperti memijat ringan punggung pasangan setelah hari yang panjang, menghangatkan tubuh saat cuaca dingin, atau sekadar duduk berdampingan dalam diam. Isyarat sederhana ini mengirim pesan bahwa kita ada untuknya, dalam suka maupun duka.


Untuk melengkapi momen kebersamaan Ayah dan Bunda Konicare Minyak Kayu Putih hadir dengan kehangatan dan aroma khas yang menenangkan, formulanya yang lebih alami, lebih lembut di kulit. Konicare membantu meredakan masuk angin sekaligus menciptakan rasa nyaman, baik secara fisik maupun emosional.


Konicare Minyak Kayu Putih tersedia dalam tiga level kehangatan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan keluarga:

  • Konicare Minyak Kayu Putih Plus dengan level kehangatan lembut, dilengkapi perlindungan hingga 8 jam dari gigitan nyamuk & serangga, cocok untuk si kecil.
  • Konicare Minyak Kayu Putih Original dengan level kehangatan pas dan nyaman, membantu meredakan perut kembung dan masuk angin, ideal digunakan sehari-hari oleh anak dan seluruh keluarga.
  • Konicare Minyak Kayu Putih Hot dengan sensasi hangat ekstra untuk memberikan kenyamanan lebih, khususnya bagi ayah dan bunda setelah beraktivitas.
Gunakan momen ini sebagai bagian dari bonding Ayah dan Bunda, karena sentuhan penuh kasih adalah bahasa cinta yang paling sederhana, namun paling bermakna. Temukan lebih banyak inspirasi keharmonisan rumah tangga dan pilihan perawatan terbaik keluarga yang lembut hanya di akun media sosial kami. Follow Instagram dan TikTok @bundakonicare untuk momen kebersamaan setiap hari.




___

Referensi: 

Psychology Today Staff. (n.d.). Toxic positivity. In Psychology Today. Retrieved August 11, 2025, from https://www.psychologytoday.com

Brandão, T., Rusu, P., & Khatri, S. (2024). Perceived Emotional Invalidation, Psychological Distress and Relationship Satisfaction in Couples: An Actor–Partner Interdependence Mediation Analysis. Journal of Social and Personal Relationships.




Artikel Terkait

BACK TO TOP