Anak Selalu Menurut? Yuk, Lihat Isi Hatinya

Bunda, pernah nggak sih merasa heran dan bingung saat melihat anak yang selalu patuh, nggak pernah rewel, dan terlihat tenang dan jarang menunjukkan apa yang benar-benar ia rasakan? Tapi ciri-ciri anak yang seperti ini belum tentu anak bahagia lho Bun. Bisa jadi ia sedang menyimpan perasaan yang tak ia keluarkan, menekan emosinya untuk menjadi “anak baik”.

Menurut Dr. Dan Siegel, psikiater anak dan penulis buku The Whole-Brain Child, ketika anak tidak merasa aman secara emosional, mereka cenderung mematikan ekspresi emosi untuk menjaga hubungan. Ini bisa terlihat seperti “anak baik”, padahal sebenarnya mereka sedang menyesuaikan diri secara berlebihan agar tidak kehilangan kasih sayang atau rasa aman. (Siegel & Bryson, 2011)

Saat Anak Tak Pernah Membantah, Apa yang Ia Simpan?

Sebagai orang tua, memang wajar jika kita ingin anak menjadi pribadi dan sosok yang baik, sopan, dan penuh empati. Tapi Bun, ada baiknya juga untuk bertanya: apakah sikap itu berasal dari rasa aman dan pemahaman yang sesungguhnya, atau dari rasa takut dimarahi dan mengecewakan?

Perlu dipahami bahwa ada perbedaan besar antara anak yang bahagia karena merasa aman dan nyaman mengekspresikan dirinya, dan anak yang penurut karena tekanan. Anak yang bahagia tahu bahwa ia dicintai tanpa syarat, sehingga tidak takut menunjukkan emosi, perasaan, pendapat maupun  ketidaksetujuannya. Sementara anak yang patuh karena tekanan seringkali menyembunyikan perasaannya, takut salah, dan belajar menyesuaikan diri secara berlebihan demi mendapat penerimaan. Dalam jangka panjang, ini bisa mempengaruhi perkembangan emosional dan rasa percaya dirinya.

Anak yang Selalu Menyenangkan Orang Lain Bisa Jadi Sedang Terluka

Kepatuhan yang berlebihan tidak selalu tanda keberhasilan pengasuhan. Anak yang terlalu takut membantah mungkin sedang memendam kecemasan akan ditolak jika bersuara. Ia belajar bahwa cinta perlu “dibayar” dengan kesempurnaan.

Padahal, anak justru berkembang sehat saat tahu bahwa cintamu tak bergantung pada seberapa “baik” ia tampak, melainkan pada siapa dirinya sebenarnya, termasuk saat marah, kecewa, dan membuat kesalahaan.

Kita Tidak Harus Selalu Disetujui untuk Tetap Dicintai

Mengasuh bukan sekadar mendidik, tapi juga membangun relasi dua arah. Kita sebagai orang tua tentu ingin dihormati, tapi anak pun perlu merasa dihargai. Memberi ruang untuk berbeda pendapat, selama tetap sopan, adalah cara anak belajar mengenal dirinya dan dunia.

Sederhana saja caranya: tanyakan pendapatnya, beri pilihan, dengarkan dengan penuh perhatian. Hal kecil ini memberi dampak besar: anak jadi lebih terbuka, lebih bijak mengelola emosi, dan lebih siap menghadapi dunia luar.

Momen Hangat yang Membentuk Rasa Aman

Dalam setiap sentuhan lembut Bunda saat memijat sebelum tidur, menghangatkan tubuh Si Kecil setelah mandi, atau menenangkannya saat rewel tersimpan pesan cinta dan rasa aman yang sangat berarti. Anak mungkin belum bisa mengungkapkan perasaannya, tapi ia bisa merasakannya lewat kehadiran dan kelekatan yang konsisten.

Konicare Minyak Kayu Putih hadir untuk melengkapi momen-momen ini. Dengan kehangatan alaminya, aroma khas yang menenangkan, dan formulanya yang lembut di kulit, Konicare membantu meredakan masuk angin sekaligus menciptakan rasa nyaman secara fisik dan emosional.Tersedia dalam tiga level kehangatan yang bisa disesuaikan dengan kebutuhan:

Konicare percaya bahwa tumbuh kembang anak bukan hanya soal kesehatan tubuh, tapi juga tentang membangun hubungan yang hangat dan penuh kasih bersama keluarga. Karena anak tidak butuh orang tua yang sempurna cukup dipenuhi dengan orang tua yang mau hadir, menyayangi, dan tumbuh bersama mereka setiap hari.Dan kalau Bunda butuh teman cerita atau inspirasi parenting lainnya, jangan lupa follow @bundakonicare di Instagram dan TikTok, ya, Bun.



___

Referensi: 

Siegel, D. J., & Bryson, T. P. (2011).

The Whole-Brain Child: 12 Revolutionary Strategies to Nurture Your Child's Developing Mind.

New York: Delacorte Press.





Artikel Terkait

BACK TO TOP