Dalam perjalanan menjadi orang tua, tak jarang kita terjebak dalam tekanan sosial yang membuat kita merasa harus selalu menjadi yang terbaik. Melihat pencapaian anak orang lain di media sosial, seperti anak yang sudah bisa membaca di usia tiga tahun, tampil di atas panggung sejak TK, atau bahkan sudah belajar coding sebelum SD, terkadang membuat kita mudah merasa tertinggal.
Padahal, tumbuh kembang anak bukanlah perlombaan. Dan menjadi orang tua bukan ajang pamer pencapaian. Ini adalah proses yang penuh warna dan ritme, yang seharusnya dijalani dengan kehadiran dan empati, bukan dengan kecemasan dan perbandingan.
Saat Kita Sibuk Mengejar "Lebih Cepat", Anak Justru Perlu "Lebih Didengar"
Kita seringkali terlalu fokus pada target: anak harus bisa jalan di usia sekian, harus bisa baca sebelum sekolah, harus percaya diri di depan umum. Tapi lupa bertanya:
| “Apakah ia nyaman?
| “Apakah ia merasa dicintai, meski belum bisa?”
| “Apakah ia merasa cukup?”
Komunikasi adalah kunci dari bonding sehat antara orang tua dan anak. Namun ironisnya, justru hal ini yang kerap terlewat. Kita bicara, menasihati, bahkan memerintah, tapi belum tentu mendengarkan.
Komunikasi yang Tak Terlihat, Tapi Terasa
Komunikasi bukan sekedar kata-kata. Kadang anak merasa paling dimengerti justru lewat hal-hal kecil, seperti tatapan mata saat mereka bercerita, telinga yang mau mendengar tanpa menyela, atau pelukan hangat saat mereka merasa takut.Bagi anak, didengarkan adalah bentuk cinta. Direspon dengan sabar adalah bentuk validasi. Dan dihargai, meski belum sempurna adalah fondasi dari rasa percaya diri yang sehat.
Jean Shashi, seorang psikoterapis dan Direktur Relationship Matters di Singapura, mengingatkan bahwa bersaing untuk menjadi 'orang tua terbaik' atau membesarkan anak menjadi 'nomor satu' dapat lebih banyak merugikan daripada mengasuh demi kebaikan anak itu sendiri. Kompetisi semacam ini dapat menyebabkan stres berlebih pada anak dan mengganggu perkembangan emosional mereka.
Ketika kompetisi masuk ke dalam rumah, anak bisa kehilangan tempat untuk merasa cukup. Padahal, justru rumah seharusnya jadi tempat mereka boleh gagal, boleh lambat, dan tetap dicintai tanpa syarat.
Di Rumah, Anak Butuh Ruang Aman, Bukan Ajang Tanding“Kompetisi selesai di luar. Di rumah, yang dibutuhkan anak bukan panggung, tapi pelukan. Bukan penilaian, tapi penerimaan.” Menjadi orang tua bukan tentang siapa yang paling siap, paling pintar, atau paling cepat. Ini soal menjadi figur yang mampu hadir saat anak rapuh, memahami saat anak bingung, dan bertahan saat proses tidak berjalan sesuai rencana.
Dan komunikasi adalah jalan panjang yang tidak selalu mudah. Tapi percayalah Bun, setiap usaha kecil untuk memahami dan mengerti, adalah investasi besar yang akan membentuk anak tumbuh dengan hati yang utuh, sehingga mereka akan memiliki cara pandang yang sehat terhadap dirinya dan dunia.
Bagaimana menurut Bunda?
___
Referensi:
Today Online Singapore: Don’t fall into the trap of competitive parenting [Daring]. Tautan: https://www.todayonline.com/singapore/dont-fall-trap-competitive-parenting